Kalau saja aku tahu bahwa wanita itu bukan Isteriku, tetapi Jin Penunggu Telaga Warna, tak akan mau aku menggauli-nya hingga berkali-kali dikamar hotel itu.


Read Net 88 - Undangan berwarna biru dengan tulisan warna emas yang tercetak rapi, tergeletak diatas meja makan. Hal tersebut mendorongku untuk segera membuka dan membacanya walaupun perutku sudah berbunyi keroncongan minta diisi.
            Isteriku berkata  " Mas, Itu undangan dari Jakarta untuk hari Sabtu depan. Itu lho, Bu Kuncoro yang di Cikini mantu, kita datang ya !, kan salah satu famili dekat ". Sambil membaca kartu undangan itu aku manggut-manggut tidak menyahuti kata-kata isteriku.
            Isteriku membujuk lagi dengan berkata : " Maas, kan sudah beberapa bulan ini kita tidak ke-Jakarta, aku sudah kangen dengan keluargaku, pasti semua datang ke-pestanya ", disambung dengan rayuannya lagi  " Sekali-sekali pergi menghilangkan stress khan boleh. Jakarta dekat ini, ya Mas, ya.... ". Setelah menyelesaikan membaca undangan itu Aku kemudian menatap Isteriku dan mengangguk-kan kepala tanda setuju sambil tanganku meraih sendok dan segera menyantap makan malam.
            Isteriku melonjak kegirangan dan berteriak kepada putri kami yang tiga bulan lagi berumur dua tahun  " Nanda, nanti kita jalan-jalan ke Jakarta sama Papa".

            Tak terasa hari Sabtu-pun tiba dan dan putriku Nanda sudah tiga kali menanyakan kapan akan berangkat jalan-jalan seperti yang dijanjikan oleh Ibunya. Setelah menaikkan semua tas dan perlengkapan keatas mobil, kamipun berangkat dari Bandung menuju Jakarta.
AWALNYA.....
            Sejak kawin tiga tahun yang lalu, kami pindah dari Jakarta dan menetap di Bandung karena tugas dari kantor-ku. Kami tinggal dirumah kontrakan yang tidak terlampau besar dan beruntung mendapat fasilitas kendaraan berupa mobil dari kantor sehingga kadang-kadang kami bisa pergi bertamasya ketempat-tempat rekreasi dengan menggunakan mobil kantor, seperti saat ini.
            Udara pagi yang sejuk terhisap memasuki paru-paru menimbulkan suasana yang tenang dan menggembirakan, pemandangan dikiri-kanan jalan sangat indah, apalagi lepas dari Cianjur mendekati Puncak. Putri-ku Nanda tak henti-hentinya bertanya ini-itu mengenai hal-hal baru yang dilihatnya dan rasa senangnya karena diajak naik mobil pergi bertamasya.

TELAGA WARNA PUNCAK

            Setibanya di Puncak, Isteriku menyarankan dan berusaha membujuk-ku untuk berhenti sebentar beristirahat di Telaga Warna Puncak menikmati udara sejuk nan menyegarkan. � Kalau saja aku bisa mengetahui peristiwa menggetarkan hati yang kelak akan terjadi, pasti akan kutolak mentah-mentah permintaan Isteriku itu......... '
            Aku meminggirkan mobil dan parkir di-kawasan Telaga Warna, Isteriku menarik-narik tanganku sambil membimbing Nanda kearah tepi telaga dan duduk dengan santai sambil tak henti-hentinya mengoceh. Nanda dan aku mendengarkan dengan asyik.
            Ia menceritakan berbagai hal menarik yang akan dilakukannya di Jakarta dan keinginan-keinginannya setibanya nanti di-Jakarta, juga pesta perkawinan yang pasti akan sangat meriah yang akan kami hadiri dan belanja oleh-oleh kesukaannya saat akan pulang ke Bandung. Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, setelah puas menikmati keindahan disekitar telaga, kemudian kami-pun meninggalkan Telaga Warna dan melanjutkan perjalanan ke Jakarta.

            Saat itu, jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi sedang dalam proses pembuatan dan belum selesai, sehingga untuk ke-Jakarta masih harus melalui jalan Bogor lama.
            Setibanya di-Bogor, Isteriku meminta mampir di-toko roti terbesar di Bogor saat itu untuk membeli roti dan penganan pengisi perut selama perjalanan. Nanda kecapean dan terlihat tidur dengan lelapnya di Jok belakang, dan aku malas untuk turun, jadi Isteri-ku turun sendirian dan pergi masuk ke-toko roti tersebut untuk berbelanja.
            Aku menunggu dimobil bersama Nanda yang tertidur pulas.......

ISTERIKU DENGAN PARFUM BAU KEMBOJA

            Sekejap kemudian terlihat sesosok wanita yang persis berwujud Isteriku mengenakan pakaian seperti yang dipakai Isteriku sambil membawa bungkusan besar berisi roti dan makanan lainnya datang mendekat kemobil. Tentu saja segera kubukakan pintu mobil karena kusangka Isteriku. Saat ia masuk kemobil sekilas tercium bau bunga kamboja bercampur menyan yang membuat bulu kudukku berdiri.
 
            Akan tetapi karena melihat wajah Isteriku yang berseri-seri dan berkata bahwa ia telah membelikan beberapa roti kesukaanku maka aku segera melupakan hal aneh yang muncul bersamaan dengan kedatangan Isteriku ini.
            Mobil ku-stater dan kemudian meluncur pergi dari toko roti di-Bogor guna melanjutkan perjalanan ke-Jakarta. Sayangnya mataku kurang jeli, sehingga tidak melihat bahwa beberapa detik sebelum mobil keluar dari area toko roti, Isteriku yang asli muncul dipintu toko dengan membawa bungkusan besar berisi roti dan melihat mobilku meluncur pergi dengan membawa wanita lain.

ISTERI ASLIKU MARAH BESAR

            Isteriku marah besar dan mengira bahwa aku telah pergi (lari) meninggalkannya dengan membawa wanita lain, seketika itu juga dibantingnya bungkusan hasil belanjaanya dan dengan air mata bercucuran kemudian lari pulang ke-Bandung. Hatinya dipenuhi dengan emosi, cemburu, marah, sedih dan kesal bercampur jadi satu. Mulutnya membisikkan kata-kata ancaman yang lirih   " Awas kalau pulang nanti ", berkali-kali tanpa henti sepanjang perjalanan kembali ke-Bandung.
            Fikirannya yang dipenuhi rasa marah dan cemburu, terus bertanya-tanya, siapakan wanita yang menjadi simpanan suaminya itu dan telah pergi bersama suaminya ?. Mengapa dirinya ditinggalkan begitu saja tanpa menengok sedikitpun, sungguh tak berperasaan. Bagaimana dengan anaknya Nanda, apakah dia sedang menangis menanyakan ibunya atau sedang apa ?, jahat sekali suaminya itu, akh kalau saja tahu hati suaminya seculas itu, tak akan mau dia diperistri bila hanya untuk disakiti hatinya. Rasa benci menyeruak di-hatinya yang sedih dan luka bagai tertusuk sembilu.
            Sesampainya dirumah langsung ia membanting dirinya keatas tempat tidur dan menangis tersedu-sedu sambil tak henti-hentinya mengeluarkan ancaman........

ISTERIKU BERMANJA-MANJA KEPADAKU

            Sementara itu tidak sedikitpun terlintas difikiranku mengenai keadaan Isteriku itu dirumah, malah aku terlibat dengan pembicaraan yang romantis dengan wanita yang kukira Isteriku ini. Selama dalam perjalanan  ini aku sangat menikmatinya, karena tidak tahu kenapa istriku bertambah-tambah genit dan manja-nya terhadapku, hingga beberapa kali pipiku diciumnya mesra yang membuat hatiku semakin berbunga-bunga.

            Isteriku ini kemudian merapatkan duduknya dan merebahkan kepalanya kepundakku dan berkata  " Maas, kalau bisa aku ingin peristiwa ini jangan cepat berlalu ". Aku berfikir sambil membathin, lho ini khan  masih awal dan masih banyak lagi waktu sesampaimya di Jakarta nanti. Sewaktu rambutnya menyentuh pipiku, saat itu kembali sekilas tercium bau wangi bunga kamboja bercampur menyan, sehingga bulu kudukku berdiri lagi. Ihh....... Dalam hati aku berjanji  membelikan shampo luar negeri untuk isteriku, karena bau wangi shampo yang ia gunakan sekarang ini menimbulkan rasa takut dihatiku.

SETIBA DI JAKARTA

            Akhirnya setelah tiba di Jakarta, Aku langsung menuju ke hotel yang terdekat dari Cikini, dan memesan kamar untuk satu malam, karena ingin beristirahat sejenak menjelang resepsi malam nanti. Nanda sangat senang dan bernyanyi-nyanyi kecil dengan lucunya sambil menyentuh barang-barang hiasan yang ada dikamar hotel. Lagaknya bagai kupu-kupu yang terbang mengitari bunga-bunga yang sedang mekar mewangi.
            Sore hari, setelah memandikan Nanda, Isteriku mengajak mandi bersama, ini sebetulnya diluar dari kebiasaannya, tapi tentu saja aku mau, permintaan seperti ini jelas nggak akan kutolak. Didalam kamar mandi, isteriku mesra berbisik meminta hubungan intim, awalnya aku kurang setuju, tapi dengan sangat ahli ia membangkitkan hasrat kelaki-lakianku......
            Koper dibuka dan pakaian-pakaian didalamnya dicoba dan dipatut-patutkan ke tubuhnya sambil bergaya didepan kaca, hingga akhirnya ia memutuskan menggunakan baju warna hijau yang memang serasi dengan warna kulitnya yang putih.

ACARA RESEPSI BERLANGSUNG MERIAH

            Acara resepsi pernikahan putra Bu Kuncoro sangat meriah dan memang banyak keluarga datang, tentu saja bagaikan reuni keluarga besar, kami saling bertanya dan bercerita situasi terakhir dalam keluarga dengan gembira. Beberapa kali Nanda datang kepadaku minta dibersihkan pipinya yang berwarna merah bekas lipstik karena dicium gemas oleh tante-tantenya. Saat foto bersama, mulanya Isteriku menolak keras, tapi setelah didesak-desak akhirnya mau juga. Beberapa famili mengajak kami bermalam dirumah mereka tapi dengan halus kutolak karena sebelumnya sudah memesan kamar dihotel.

            Akhirnya acara resepsipun usai sudah dan satu demi satu para tamu pamit pulang, demikian juga kami. Dalam perjalanan kembali ke hotel terlihat sekali isteriku sangat bahagia karena celotehnya yang sangat bersemangat mengenai suasana resepsi tadi, dimana aku hanya mendengar dan meng-iyakan ucapan-ucapannya saja.


BERGAIRAH DAN MENGAJAK BERCINTA

            Nanda terlihat kelelahan dan segera tertidur pulas begitu kepalanya menyentuh bantal tempat tidurnya, melihat putrinya telah tertidur. Isteriku melepaskan pakaian pestanya satu demi satu sambil menggerakkan tubuhnya dengan erotis, berusaha memancing gairahku, dan setelah terlepas semuanya langsung menerkam diriku dan mengajak bercinta.
            Malam itu entah beberapa kali hubungan intim telah kami lakukan hingga rasanya tulang-tulangku hampir terlepas karena kelelahan melayani hasratnya yang tak pernah padam, sehingga saat matahari telah tinggi kami masih tertidur kelelahan.
 
            Lewat tengah hari baru kami berangkat pulang ke Bandung. Perjalanan pulang agak lambat karena kami banyak berhenti untuk belanja oleh-oleh, lagi pula aku menjalankan kendaraan perlahan karena masih agak mengantuk. Nanda sepanjang jalan kembali tertidur pulas, mungkin karena masih kelelahan, sekilas terlihat senyum manis dibibirnya.

KEMBALI KE TELAGA WARNA

            Menjelang Maghrib saat mobil mendekati Puncak, Isteriku mendesak untuk berhenti sebentar agar kembali beristirahat di Telaga Warna, aku menolak karena perjalanan masih jauh lagipula sudah menjelang Maghrib. Tapi karena ia terus bersikeras dengan bujukan dan alasan yang kadang menurutku sulit diterima akal, maka akhirnya aku mengalah dan memarkir mobil di kawasan Telaga Warna. Saat itu suasana masih agak terang.

            Nanda, walaupun sudah terbangun tapi masih menggeliat malas untuk berjalan, sehingga kubopong turun mengikuti isteriku ke tepi telaga, setelah duduk suasana menjadi santai, Isteriku berkata dengan serius kepadaku, bahwa perjalanan ini tak akan pernah dilupakannya dan Ia mencium pipiku berkali-kali guna lebih menguatkan kata-katanya. Kelakuannya ini ku-rasakan agak aneh seakan dia tidak akan pernah bertemu denganku lagi........

MENGAPA "DIA" TERJUN KE TELAGA ?

            Saat terdengar Adzan Maghrib mendayu-dayu, tiba-tiba dengan tak tersangka-sangka Isteriku menerjunkan dirinya kedalam Telaga Warna, tentu saja aku terkejut setengah mati apalagi mendengar putriku berteriak histeris dan kemudian menangis meraung-raung memanggil-manggil ibunya, " Mamaaaa......maama..."

            Setelah menunggu beberapa saat dan tidak muncul juga dari dalam telaga, maka akupun berteriak-teriak memanggil namanya dan langsung terjun kedalam air telaga untuk mencari Isteriku, beberapa orang berkumpul melihat kelakuanku yang aneh, kucoba menjelaskan peristiwa yang terjadi dengan suara terbata-bata dan tubuh gemetar kebingungan, beberapa orang kemudian tergerak untuk ikut terjun berusaha mencari isteriku didasar telaga. Beberapa wanita yang ada berusaha membujuk mendiamkan putriku yang terus menangis.

            Setelah mengobak seluruh telaga selama lebih dari dua jam dibantu oleh banyak orang tanpa hasil. Dengan baju basah kuyup dan tubuh menggigil kedinginan serta  perasaan yang tak menentu karena sangat sedih, maka akupun memutuskan untuk kembali ke Bandung dan berniat untuk melakukan pencarian lanjutan esok pagi. Apalagi Nanda  terus menangis memanggil-manggil ibunya yang telah terjun kedalam telaga dan tidak berhasil ditemukan. Saat itu fikiranku terus bertanya-tanya " Mengapa Istriku tega sampai berbuat begitu ? Apa salahku ?.... setelah begitu lama tidak muncul dari dalam air apakah mungkin ia telah mati !!.......

PULANG KERUMAH DI BANDUNG

            Aku menjalankan mobil pulang ke Bandung sambil ngebut agar cepat sampai di rumah, dan berniat untuk mengabari saudara-saudaraku perihal Istriku, agar mereka esok membantu dalam upaya pencarian. Dengan perasaan sangat sedih dan terpukul atas musibah ini, akupun masuk kedalam rumah dan..........

            Mendengar suara mobil memasuki rumahnya, Isteriku yang masih belum tidur, bangun dan meloncat mengintip dari jendela kamar, mengetahui bahwa suaminya pulang, timbullah lagi rasa marah atas perbuatan suaminya yang disangkanya pergi meninggalkan dia sendirian ditoko roti di-Bogor bersama wanita yang tidak dikenalnya.
            Diambilnya sepatu hak tingginya dan berlari ke pintu depan........
            Betapa terkejutnya aku ketika membuka pintu depan, sepasang sepatu hak tinggi mendarat telak dikepalaku, dan pelakunya tak lain adalah ternyata isteriku.........

TERNYATA ISTERIKU MASIH HIDUP

            Wajahku pucat pasi kaget setengah mati, bahkan aku ketakutan bagai melihat hantu, sehingga tak terasa sakitnya kepalaku yang benjol-memar karena terlempar sepatu. Bagaimana mungkin isteriku yang hilang tenggelam di Telaga Warna ternyata malah sekarang muncul dihadapanku dengan wajah marah menakutkan dan suara menggelegar keras, mengumpat dan memaki. Dengan terpana-bengong dan perasaan tak karuan, aku cuma bisa berdiri mematung didepan pintu. Istriku masih terus melemparkan segala macam benda kearahku sambil memaki-maki. Nalarku masih kacau belum jalan, aku tak berusaha menghentikannya, masih bingung.

            " Ka..kaau ...ternyata masih hidup, kukira sudah mati tenggelam ", kataku ketakutan dan dengan suara terbata-bata. Setelah mendengar kata-kataku, dan melihat keadaan diriku yang kacau, Isteriku malah bingung, apalagi kemudian Nanda menghambur masuk dan memeluk ibunya sambil berteriak keras : " Mama... jangan lompat lagi ke danau, Nanda takuuut ". Terkejut Isteriku sehingga terlupakan kemarahannya, dan matanya melotot menatap kearahku minta penjelasan, sambil mendekap Nanda yang menangis sesenggukan dipelukannya.

            Aku sendiri masih belum bisa mencerna dengan baik atas situasi yang tak terduga-duga ini dan terpaku keheranan. Melihat aku tidak memberikan jawaban, timbullah lagi marahnya dan berteriak keras mengejutkanku  " Mengapa kau tinggalkan aku sendirian di Bogor, dan siapa wanita sialan itu ! ". Fikiranku berusaha menyimak kata-katanya, ... ditinggal di Bogor ?, siapa wanita itu ? apa yang terjadi ? bukankah aku pergi dengannya ke Jakarta ? lalu siapa kalau begitu wanita yang menyerupai dirinya dari Bogor hingga terjun ke telaga ?

BARU KUSADARI BAHWA YANG BERSAMAKU ITU BUKAN ISTERIKU

            Tiba-tiba aku berteriak keras : " Tidaaaaaaak ! ", " Aku tidak tahu bahwa itu bukan kau !,  mahluk itu menyerupai kau kukira itu kau " lanjutku keras. Kemudian aku memeluknya dan berkata dengan penuh perasaan : " Syukurlah bahwa kau masih hidup, kukira sudah matiiiii ! "
            Karena aku memeluknya seakan takut kehilangan dirinya, cairlah emosinya dan tenang, kemudian meminta penjelasan lengkap dariku.
            Kujelaskan kronologis kejadiannya, tentu saja dengan menyembunyikan bagian hubungan intimku dengan mahluk itu, tak percaya Isteriku atas ceritaku yang tak masuk diakalnya, untuk lebih meyakinkannya kuajak dirinya untuk menelepon interlokal ke Jakarta.


JADI YANG BERSAMAKU ITU MAHLUK JEJADIAN ?

            Terkejut Pamannya mengetahui kejadian ini, atas permintaanku dan keingin-tahuannya atas peristiwa yang terjadi ini, esok harinya dengan kereta-api terpagi segera ia berangkat ke Bandung.
            Pamannya sendiri dengan bersumpah meyakinkan Isteriku bahwa aku, suaminya saat itu datang ke resepsi pernikahan bersama dia, Isterinya, malah foto-foto keluarga bersama, nanti bila sudah di-afdruk akan dikirim ke Bandung. Paman terpaksa bermalam di Bandung karena Isteriku sangat terpukul dan histeria dengan kejadian ini, masih belum masuk diakalnya kejadian ini bisa terjadi.
            Keesokan harinya salah seorang putra paman datang dengan keluarga yang lainnya dan ikut meyakinkan isteriku dengan kesaksian mereka dan membawa hasil cetakan foto-foto perkawinan, mereka dengan sangat bingung memperlihatkan foto yang ada diriku, putriku Nanda sedang menggandeng bayangan kosong. Ternyata mahluk berwujud isteriku itu tidak nampak dikertas foto.......

            Tiba-tiba isteriku terhuyung, dengan cepat kupeluk tubuhnya agar tidak jatuh, ternyata ia pingsan. Kejadian ini begitu dahsyat menghantam jiwanya hingga tidak tahan.
            Mungkin terbayang difikirannya apa saja yang mungkin dilakukan oleh suaminya terhadap mahluk itu karena mengira bahwa mahluk itu adalah dia isterinya. Siapa yang tahu kecuali aku dan iih... mahluk yang menjijikan itu.

SIAPAKAH SESUNGGUHNYA YANG BERSAMAKU ITU DI JAKARTA ?

            Hingga saat ini semua masih tak mengerti, siapakah sesungguhnya  wanita yang bersamaku itu, yang naik kemobilku mulai dari toko roti di Bogor, tidur dihotel bersamaku yang akhirnya terjun ke Telaga Warna ?. Demikian juga yang ada difikiran Isteriku dan keluarganya..........
            Sedangkan Nanda masih sering bercerita kepada keluarga yang datang bahwa dirinya sangat senang diajak pergi jalan-jalan ke Jakarta bersama ibunya, menginap dihotel, pergi kepesta, ia masih belum bisa mengerti bahwa dengan siapa dia pergi itu bukan ibunya asli............



            Suatu malam aku bermimpi didatangi oleh mahluk hijau yang menyeramkan, berbadan reptil seperti bunglon tapi kepalanya menyerupai Isteriku, ia minta maaf telah mengacaukan keluargaku dengan mewujud dan menggantikan Isteriku pergi ke Jakarta. Itu karena dia tertarik mendengar celoteh Isteriku yang mesra ditepi telaga mengenai enaknya bepergian ke pesta pernikahan, jadi ia ikut dalam mobilku karena ingin tahu, begitu melihat Isteriku pergi masuk ke toko roti, ia mendapat kesempatan dan mendahului masuk kemobil dengan mewujud menyerupai Isteriku.

            Mahluk itu bilang bahwa ia sangat menikmati perjalanan itu dan tidak akan pernah melupakannya, berharap demikian juga denganku. Akhirnya dia minta maaf atas segala perbuatannya itu dan juga minta maaf kepada Isteriku.
            Hatiku yang tadinya emosi mendengar pengakuannya akhirnya luluh dan memaafkannya karena melihat tetesan air mata dipipinya tanda penyesalan dan ketulusan hatinya.
            Mahluk itu kemudian lenyap setelah sebelumnya mendoakan agar keluargaku selalu rukun-rukun dan bahagia........
Seperti diceritakan kepada H. Mohammad B.I.  




Kalau saja aku tahu bahwa wanita itu bukan Isteriku, tetapi Jin Penunggu Telaga Warna, tak akan mau aku menggauli-nya hingga berkali-kali dikamar hotel itu. 

 
READNET 88 CONTACT US | Bloggerized by ILHAM BANDERAS - ABOUT US | MORE INFO