Read Net 88 - Aku cuma seorang wanita biasa, aku lahir dan besar dalam keluarga
yang sederhana. Bukan bermaksud menyombong, tapi sewaktu sekolah aku
termasuk pandai dalam akademik. Yang ada dalam pikiranku saat itu adalah
belajar dan belajar, aku masih menganggap tabu pacaran, pelukan apalagi
ciuman dengan pria.
Hidupku yang biasa-biasa saja itu membuatku bosan dan ingin hidup berpisah dengan orang tua. Entahlah tapi aku selalu merasa ingin hidup mandiri, usiaku memang masih sangat muda tapi aku yakin bisa mengurus diri ku sendiri, dan tidak mungkin terjebak dalam pergaulan bebas seperti remaja lain seusiaku.
Meskipun aku bukan seorang yang rajin shalat 5 waktu, tapi setidaknya aku mengerti tentang agama. Latar belakang pendidikanku dulu adalah madrasah. Pendek kata, aku baik-baik saja sebelum memutuskan untuk hidup berpisah dari orang tuaku.
Setelah lulus dari SMP, aku tertarik untuk mendaftarkan diri di sekolah pelayaran negeri di sebuah kota. Persyaratan untuk pendidikannya adalah 2 tahun di asrama dengan waktu pesiar hanya hari Sabtu dan kembali lagi hari Minggu esoknya dan tanpa membawa alat komunikasi seperti handphone. Aku mulai cari-cari informasi untuk pendaftarannya dan alhamdulillah aku lulus test.
Sebenarnya, saat test masuk itu aku sedang menjalin hubungan dengan teman sekolahku. Dia juga mendukung pilihanku. Jadi jalanku lancar untuk mendapatkan apa yang ku mau.
Tapi setelah aku habiskan waktu 1 bulan penuh untuk perkenalan kampus yang tanpa berhubungan dengan orang luar termasuk keluarga, otomatis aku kehilangan kontak sementara dengan kekasihku. Bukan masalah sebenarnya, toh bulan depan aku akan bertemu dia, pikirku. Dan bulan itu datang. Aku pun bersiap pulang. Yang terjadi, saat aku coba hubungi dia, rasanya dia kurang merespons harapanku.
Aku masih memaklumi, mungkin dia sibuk dengan sekolah barunya. sama seperti aku. Suatu hari, aku tak sengaja bertemu dengannya di sebuah tempat perbelanjaan di kota tempat tinggalku dan dia bahkan tak mengenaliku!
Di saat yang sama, seniorku menyatakan rasa cintanya padaku. Saat aku terlanjur kecewa dengan perlakuan kekasihku, aku terima cinta seniorku. Awalnya aku tak berniat akan serius menjalani hubungan ini, aku hanya ingin lari dari kekesalanku kepada kekasihku, atau aku menunggunya sampai benar-benar mengingatku. Aku masih menghubungi kekasihku tiap minggu saat aku pulang. Tapi kembali respons yang dia berikan tak pernah menyenangkanku. Aku terluka dan ku katakan padanya untuk mengakhiri hubungan saja.
Aku akhirnya bisa menerima cinta seniorku dengan sepenuhnya. Hubungan kami berjalan lancar di asrama yang tanpa pengawasan orang tua. Dengan teman-teman yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda, aku berkawan. Dan pergaulan yang ku lihat dari teman-teman maupun seniorku yang lainnya, jadilah peluk dan cium adalah hal wajar bagiku.
Sebutlah namanya Aro, seniorku itu, sudah memasuki tahun ke-2 dan aku beru menginjak tingkat 1 saat kami berpacaran. Selama 1 tahun hubungan kami di asrama, tak pernah ada halangan yang berarti bagi kami. Aro memang sering selingkuh dariku, tapi aku tak pernah merasa terlalu cemburu. 24 jam sehari dan 5 hari seminggu, setidaknya dia akan selalu bersamaku. Di tambah lagi jarak rumahnya yang jauh dari asrama, menbuatnya jarang pulang dan aku sering menemaninya. Praktis, hanya aku yang mengisi sebagian besar hari-harinya.
Semakin hari, aku makin tak bisa melepaskan dia. Hingga saatnya dia akan keluar dari kampus untuk praktek langsung di kapal niaga. Bulan-bulan terakhir, makin mendekatkan kami. Yang akhirnya jadi bencana bagiku.
Untuk acara perpisahan sementara kami, dia mengajakku jalan-jalan ke satu kota. Aku menurut saja. Dan di hari pesiar kami, aku tak pulang ke rumah, tapi ikut dia ke kota tersebut. Bodohnya aku yang terlalu mencintai dia. Sampai ku berikan semua untuknya di malam itu. Di sela dinginnya malam. Di dingin pagi yang menggigit… berulang kali kami melakukannya.
Habis waktu pesiar, kami kembali ke asrama lagi. Bulan selanjutnya Aro akan habiskan waktunya di kapal. Dia berjanji kan selalu menghubungiku. Aku diam-diam menyembunyikan HP agar aku bisa tetap berkomunikasi dengannya.
Aku katakan padanya, sebelum dia keluar dari asrama bahwa aku ingin memakai jilbab untuk melindungi diriku dari lelaki lain dan berjanji setia padanya. Dia mendukungku dan berjanji kan setia padaku. Aku kembali mempercayainya.
Dua bulan pertama, komunikasi kami berjalan lancar. Tapi bulan ke-3 tidak begitu. Dia mulai jarang menghubungiku dan puncaknya memutuskan aku. Beberapa temanku mencoba menghiburku dan menyelidiki Aro atas keputusannya. Hasilnya? Aro memiliki kekasih lain. Saat dia tak lagi bisa bersamaku 24 jam sehari dalam 5 hari seminggu.
Sebetulnya aku tak terlalu kaget.. aku pun sudah mengira. Tapi aku masih tetap tak percaya dia tega meninggalkan aku setelah semua yang di dapatnya. Aku marah, benci sekaligus rindu. Perasaanku campur aduk. Di saat seperti itu aku rindu rumah, rindu Ibu Bapakku, aku merasa berdosa kepada mereka.
Dan di tengah kegalauan jiwaku, entahlah tiba-tiba aku menemukan kembali damaiku yang sempat jauh terlepas dariku, melalui jilbab yang telah ku pakai. Aku habiskan waktuku untuk kembali beribadah dan belajar. Aku buang jauh-jauh pikiran tentang cinta. Nilai akademikku perlahan meningkat.
Saat aku fokus hanya pada ilmu, beberapa teman lelaki mencoba menarik hatiku. Tapi aku terlanjur hancur dan begitu membenci lelaki, aku tak pernah memberi respons atas perhatian mereka. Mungkin itu menyakiti hati mereka dan perlahan mereka menjauhiku. Aku tenang dan senang.
Lama aku memilih sendiri. Tak memikirkan tentang cinta. Tenggelam dalam kehidupan egoisku yang menenangkan dan damai. Kembali sholat 5 waktu dengan mencoba sepenuhnya. Hidup yang seperti itu, benar-benar memberiku kedamaian. Sampai hari ini.
Semoga pengalaman hidupku ini berguna bagi teman-teman wanita yang lain… amin....
Hidupku yang biasa-biasa saja itu membuatku bosan dan ingin hidup berpisah dengan orang tua. Entahlah tapi aku selalu merasa ingin hidup mandiri, usiaku memang masih sangat muda tapi aku yakin bisa mengurus diri ku sendiri, dan tidak mungkin terjebak dalam pergaulan bebas seperti remaja lain seusiaku.
Meskipun aku bukan seorang yang rajin shalat 5 waktu, tapi setidaknya aku mengerti tentang agama. Latar belakang pendidikanku dulu adalah madrasah. Pendek kata, aku baik-baik saja sebelum memutuskan untuk hidup berpisah dari orang tuaku.
Setelah lulus dari SMP, aku tertarik untuk mendaftarkan diri di sekolah pelayaran negeri di sebuah kota. Persyaratan untuk pendidikannya adalah 2 tahun di asrama dengan waktu pesiar hanya hari Sabtu dan kembali lagi hari Minggu esoknya dan tanpa membawa alat komunikasi seperti handphone. Aku mulai cari-cari informasi untuk pendaftarannya dan alhamdulillah aku lulus test.
Sebenarnya, saat test masuk itu aku sedang menjalin hubungan dengan teman sekolahku. Dia juga mendukung pilihanku. Jadi jalanku lancar untuk mendapatkan apa yang ku mau.
Tapi setelah aku habiskan waktu 1 bulan penuh untuk perkenalan kampus yang tanpa berhubungan dengan orang luar termasuk keluarga, otomatis aku kehilangan kontak sementara dengan kekasihku. Bukan masalah sebenarnya, toh bulan depan aku akan bertemu dia, pikirku. Dan bulan itu datang. Aku pun bersiap pulang. Yang terjadi, saat aku coba hubungi dia, rasanya dia kurang merespons harapanku.
Aku masih memaklumi, mungkin dia sibuk dengan sekolah barunya. sama seperti aku. Suatu hari, aku tak sengaja bertemu dengannya di sebuah tempat perbelanjaan di kota tempat tinggalku dan dia bahkan tak mengenaliku!
Di saat yang sama, seniorku menyatakan rasa cintanya padaku. Saat aku terlanjur kecewa dengan perlakuan kekasihku, aku terima cinta seniorku. Awalnya aku tak berniat akan serius menjalani hubungan ini, aku hanya ingin lari dari kekesalanku kepada kekasihku, atau aku menunggunya sampai benar-benar mengingatku. Aku masih menghubungi kekasihku tiap minggu saat aku pulang. Tapi kembali respons yang dia berikan tak pernah menyenangkanku. Aku terluka dan ku katakan padanya untuk mengakhiri hubungan saja.
Aku akhirnya bisa menerima cinta seniorku dengan sepenuhnya. Hubungan kami berjalan lancar di asrama yang tanpa pengawasan orang tua. Dengan teman-teman yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda, aku berkawan. Dan pergaulan yang ku lihat dari teman-teman maupun seniorku yang lainnya, jadilah peluk dan cium adalah hal wajar bagiku.
Sebutlah namanya Aro, seniorku itu, sudah memasuki tahun ke-2 dan aku beru menginjak tingkat 1 saat kami berpacaran. Selama 1 tahun hubungan kami di asrama, tak pernah ada halangan yang berarti bagi kami. Aro memang sering selingkuh dariku, tapi aku tak pernah merasa terlalu cemburu. 24 jam sehari dan 5 hari seminggu, setidaknya dia akan selalu bersamaku. Di tambah lagi jarak rumahnya yang jauh dari asrama, menbuatnya jarang pulang dan aku sering menemaninya. Praktis, hanya aku yang mengisi sebagian besar hari-harinya.
Semakin hari, aku makin tak bisa melepaskan dia. Hingga saatnya dia akan keluar dari kampus untuk praktek langsung di kapal niaga. Bulan-bulan terakhir, makin mendekatkan kami. Yang akhirnya jadi bencana bagiku.
Untuk acara perpisahan sementara kami, dia mengajakku jalan-jalan ke satu kota. Aku menurut saja. Dan di hari pesiar kami, aku tak pulang ke rumah, tapi ikut dia ke kota tersebut. Bodohnya aku yang terlalu mencintai dia. Sampai ku berikan semua untuknya di malam itu. Di sela dinginnya malam. Di dingin pagi yang menggigit… berulang kali kami melakukannya.
Habis waktu pesiar, kami kembali ke asrama lagi. Bulan selanjutnya Aro akan habiskan waktunya di kapal. Dia berjanji kan selalu menghubungiku. Aku diam-diam menyembunyikan HP agar aku bisa tetap berkomunikasi dengannya.
Aku katakan padanya, sebelum dia keluar dari asrama bahwa aku ingin memakai jilbab untuk melindungi diriku dari lelaki lain dan berjanji setia padanya. Dia mendukungku dan berjanji kan setia padaku. Aku kembali mempercayainya.
Dua bulan pertama, komunikasi kami berjalan lancar. Tapi bulan ke-3 tidak begitu. Dia mulai jarang menghubungiku dan puncaknya memutuskan aku. Beberapa temanku mencoba menghiburku dan menyelidiki Aro atas keputusannya. Hasilnya? Aro memiliki kekasih lain. Saat dia tak lagi bisa bersamaku 24 jam sehari dalam 5 hari seminggu.
Sebetulnya aku tak terlalu kaget.. aku pun sudah mengira. Tapi aku masih tetap tak percaya dia tega meninggalkan aku setelah semua yang di dapatnya. Aku marah, benci sekaligus rindu. Perasaanku campur aduk. Di saat seperti itu aku rindu rumah, rindu Ibu Bapakku, aku merasa berdosa kepada mereka.
Dan di tengah kegalauan jiwaku, entahlah tiba-tiba aku menemukan kembali damaiku yang sempat jauh terlepas dariku, melalui jilbab yang telah ku pakai. Aku habiskan waktuku untuk kembali beribadah dan belajar. Aku buang jauh-jauh pikiran tentang cinta. Nilai akademikku perlahan meningkat.
Saat aku fokus hanya pada ilmu, beberapa teman lelaki mencoba menarik hatiku. Tapi aku terlanjur hancur dan begitu membenci lelaki, aku tak pernah memberi respons atas perhatian mereka. Mungkin itu menyakiti hati mereka dan perlahan mereka menjauhiku. Aku tenang dan senang.
Lama aku memilih sendiri. Tak memikirkan tentang cinta. Tenggelam dalam kehidupan egoisku yang menenangkan dan damai. Kembali sholat 5 waktu dengan mencoba sepenuhnya. Hidup yang seperti itu, benar-benar memberiku kedamaian. Sampai hari ini.
Semoga pengalaman hidupku ini berguna bagi teman-teman wanita yang lain… amin....