Intisari
materi ini diambil dari buku E-Myth, karangan Michael
Gerber.
Materi dimodivikasi dengan gaya bahasa yang lebih mudah dan sederhana, serta contoh-contoh ala juragan.
Michael
Gerber melakukan survei
dari 1 juta UKM di US.
Berikut datanya...
40%
Bisnis jatuh (tutup) di tahun ke 2;
80%
jatuh di tahun ke 5;
96%
jatuh di tahun ke 10;
Hanya
4% yang mampu bertahan,
Kenapa?
Sebelum
menjawab, mari kita kenali 3 elemen bisnis dalam diri kita: TEKNISI, MANAJER, ENTREPRENEUR.
1.
TEKNISI (T), "hidup di masa SEKARANG", seperti koki di RM, montir di bengkel, banci di salon. Tanpa T, bisnis tak jalan!
2.
MANAJER (M), "hidup di masa LALU", menganalisa data-data
atau laporan, guna melakukan efisiensi dan menyelesaikan masalah.
3.
ENTREPRENEUR (E), "hidup di
masa DEPAN", melihat dan mencari peluang, merencanakan, berkreasi, inovasi, pemimpi!
Ketiga
elemen itu ada dalam diri kita sebagai seorang pebisnis, hanya saja prosentasinya berbeda-beda.
Awal berbisnis, mungkin komposisinya T=70%, M=20%, E=10%. Bacalah kisah berikut ini...
Joko
adalah seorang montir.
Karena keahliannya memperbaiki motor, Joko membuka bengkel motor JOKO MOTOR.
Apa yang terjadi jika Joko tetap mempertahankan komposisi itu? Apalagi NAMA Joko adalah MEREK dari bengkel tersebut.
Awalnya
mungkin Joko bangga karena pelanggan sangat (dan hanya) percaya pada Joko.
Jika Joko sakit, pelanggan memilih menunggu. Awalnya mungkin Joko enjoy-enjoy saja, namun setelah 1-2 tahun, mulai kejenuhan itu datang. Bengkel itu adalah Joko! Joko sakit, bengkel sakit. Tak selesai disitu, karena terlalu bangga dengan kemampuan teknis, Joko jadi lupa tentang 'servis'. Tempat tak nyaman, layanan buruk.
Mulailah
tetangga samping membuka bengkel serupa.
Montirnya mungkin tak sehebat Joko, namun saat Joko sakit, saatnya mereka menyusup. Ternyata not bad juga tuh, apalagi servisnya lebih bagus, ruangan aircon, teh atau kopi gratis. Mulailah pelanggan berpaling.
Joko
merasa kebakaran jenggot, "Kurang ajar bengkel sebelah, nyerobot pelangganku!". Kafilah tetap berlalu... Sementara Joko masih pede (campur sombong) menepuk dada, "Gak ada montir sebagus gue nih...". Insyaf bro...! Tak berapa lama, bengkel tetangga membuka cabang di tempat lain, lebih besar, lebih nyaman, lebih komplit alat-alatnya! Branding adalah keterlihatan, makin banyak cabang, makin terlihat. Sementara bengkel Joko hanya 1, tetap kumuh dan arogan. Bengkel Joko tanya ke
orang 'pinter', katanya ditutupi 'makhluk halus'. Ehh... percaya juga! Kemenyan dan sesajipun tetap tidak mempan.
1
tahun 9 bulan 10 hari, TUTUP deh! Dasar nasib Teknisi...
Itulah
balada Teknisi yang selalu menepuk dada, tak mau mentransformasi dirinya.
Harusnya
bagaimana?
Jika
Anda mau terhindar dari tragedi teknisi, Anda harus mentransformasi diri Anda dari T ke M dan kemudian ke E!
Tidak
ada patokan akurat berapa lama harus bertahan di posisi T sebelum pindah ke posisi M dan E. Tergantung titik awal masing-masing orang.
Untuk pemula, usahakan sebelum 2 tahun sudah mulai mengurangi porsi di T dan mulai beralih ke M. Buatlah sistem!
Faktor
penghambat seseorang pindah dari T ke M atau E adalah EGO, karena merasa tidak ada sepandai dirinya.
"Tak ada
yang bisa membuat masakan seperti punyaku". Come
on sis, pesawat terbang
saja sudah bisa dibuat, apalagi sekedar pindang!
Jika
dulu Anda berucap, "Kalo gak ada AKU, gak jalan"...
Saatnya
berucap,"Kalau gak ada
KAMU, gak
jalan" --> sambil menepuk bahu Teknisi kita. Itulah tahap Manajer
Kalau
Entrepreneur? "Aku gak mau
tahu, pokoknya harus jalan!" he he he....
Katakanlah
di tahun kedua Anda bisa transformasi menjadi 20%T, 50%M,
30%E, itu sudah bagus... Caranya? Mulai ikuti training
manajemen, delegasikan pekerjaan teknis kepada bawahan Anda yang teknisi.
Di
tahun ke 3, 0%T, 20%M, 80%E, kerja Anda bermain golf, ikut pameran, asosiasi, training, membaca tren melalui majalah, networking.
Sekali
lagi, tak ada patokan brapa lama Anda harus melakukan transformasi.
Resiko
jika Anda terlalu lambat melakukan transformasi adalah mengalami kejenuhan (kehilangan momentum)
dan tak dapat melihat peluang.
Bisakah
langsung lompat ke E?
Bisa saja, beli franchise yang benar-benar memiliki sistem yang sudah stabil atau rekrut orang-orang yang kompeten di bidangnya. Tentu saja
semua itu ada harganya.
Sekali
lagi, kuncinya ada di EGO dan KESOMBONGAN, termasuk juga KETIDAKPERCAYAAN terhadap
orang lain!
Teknisi
bangga, bisa menyelesaikan masalah sendiri...
Manajer
bangga, bisa menyelesaikan masalah melalui orang lain...
Entrepreneur
bangga, masalah selesai tanpa ia tahu
ada masalah!